Selasa, 14 September 2010

Tugas dari guru Bahasa Indonesia kelas 7

.....
Ular marah lalu mengatakan bahwa Pak Kasim loba dan tamak. Selalu tidak puas, nanti kalau diberi kereta emas dan kudanya, tentu minta jadi raja. Pak Kasim harus menerima hukumannya. "Pulanglah," kata ular.
Setiba di rumah, gedung yang bagus tidak ada lagi. Yang ada gubugnya yang dahulu. Si Kasim dan emaknya kembali berpakaian yang compang camping. Tetapi apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur.
1. Jelaskan hal menarik dari penggalan dongeng di atas!
2. Apa amanat/pesan moral yang terdapat pada penggalan dongeng di atas?

(1)Di Cikini, Mampang, Jakarta Pusat, sampah di pemukiman warga diangkut setiap tiga atau empat hari sekali. (2) Dita, warga Cikini, Mampang,mengatakan bahwa jadwal pengangkutan sampah dua kali seminggu itu pun kadang belum tentu terlaksana. (3) Beberapa kali ia mendapati sampah sudah menumpuk di dekat rumahnya, tetapi tukang sampah belum juga datang memungutnya.
(4) Jadwal pengambilan sampah yang terbatas itu ternyata mendorong warga sekitar membuang sampah sembarangan, terutama di saluran air yang adadi kawasan tersebut. (5) Kebiasaan warga ini terus berkembang karena tidak ada pengawasan dan sanksi dari pemerintah setempat.
3. informasi pokok dari berita tersebut adalah ....

Tugas dikerjakan di kertas dan dikumpulkan hari pertama masuk sekolah!

Kamis, 08 April 2010

Robohnya Surau Kami

Robohnya Surau Kami
A. A. Navis

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bus, Tuan
Akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya kea rah barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.
Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia bertugas sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek.
Sebagai penjaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemunggahan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi, sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi, yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum.
Tapi, kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai surau di malam hari.
Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai suatu gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tak dijaga lagi.
Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongeng yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya.
Sekali hari, aku datang mengupah kepada Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku karena aku suka memberinya uang. Tapi, sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lutunya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu kedepan, seolah-olah ada sesuatu yang mengamuk pikirannya. Sebuah blek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu bermuram durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu. Kemudian, aku duduk di sampingnya dan aku jamah pisau cukur itu. Dan aku Tanya Kakek:”Pisau siapa, Kek?”
“Ajo Sidi.”
“Ajo Sidi?”
Kakek tak menyahut. Maka aku ingat ajo sidi,si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa memikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi, ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena pelaku-pelaku yang diceritakan nya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pameo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar kampungku yang mencocoki watak dari pelaku-pelaku ceritanya. Ketika sekali ia menceritakan bagaiman sifat seekor katak, dan kebetulan ada pula seorang yang ketagihan jadi pemimpin yang berkelakuan seperti katak itu maka untuk selanjutnya pemimpin tersebut kami sebutkan pemimpin katak.
Tiba-tiba, aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itulah yang mendurjanakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku Tanya Kakek lagi:”Apa ceritanya, Kek?”
“Siapa?”
“Ajo Sidi.”
“Kurang ajar dia,” Kakek menjawab.
“Kenapa?”
“Mudah-mudahan pisau cukur ini,yang kuasah tajam-tajam ini, menggorok tenggorokannya.”
“Kakek marah?”
“Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah bwgitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.”
Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku Tanya lagi Kakek:”Bagaimana katanya, Kek?”
Tapi, Kakek diam saja. Berat hatinya bercerita barangkali. Karena aku telah berulang bertanya, lalu ia yang bertanya kepadaku:”Kau kenal padaku bukan? Sedari kau kecil aku sudah di sini. Sedari mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan? Terkutuklah perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?”
Tapi, aku tak perlumenjawabnya lagi. Sebab aku tahu, kalau Kakek sudah membuka mulutnya, dia tak akandiam lagi. Aku biarkan Kakek dengan pertanyaannya sendiri.
“Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala hidupku, lahir batin, Kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor aku enggan membunuhnya. Tapi, kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka.
Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu? Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku
Mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari esokku karena aku yakin Tuhan itu pengasih dan penyayang kepada umatnya yang tawakal. Aku bangun pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu, siang, malam, pagi, sore. Aku sebut-sebut nama-Nya selalu. Aku puji-puji dia. Aku baca kitab-Nya. ‘Allhamdulillah’ kataku bila aku menerima karunia-nya. ‘Astagfirullah’ kataku bila aku terkejut. ‘Masa Allah’ kataku bila aku kagum. Apakah salahnya pekerjaannku itu? Tapi, kini aku dikatakan manusia terkutuk.”
Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku: “Ia katakana Kakek begitu, Kek?”
“Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi, Begitulah kira-kiranya.”
Dan aku melihat mata Kakek berlinang. Aku jadi belas kepadanya. Dalam hatiku aku mengumpati Ajo Sidi. Tapi, aku lebih ingin mengetahui apa cerita Ajo Sidi yang begitu memukuli hati Kakek. Dan ingin tahuku menjadikan aku nyinyir bertanya. Dan akhirnya Kakek bercerita juga.
“Pada suatu waktu,” kata Ajo Sidi memulai,” di akhirat, Tuhan allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyaknya orang yang diperiksa. Maklumlah di mana-mana ada perang. Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seorang yang di dunia begitu yakin akan dimasukkan ke surga. Kedua tangannya ditopangkannnya di pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika melihat orang yang masuk surge ia melambaikan tangaannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketmu nanti’. Bagai tak habis-habisnya orang mengantre begitu panjangnya. Susut di muka bertambah di belakang. Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya.
Akhirnya, sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.
‘Engkau?’
‘Aku Saleh. Tapi, karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.’
‘Aku tidak Tanya nama. Nama bagiku tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.’
‘Ya, Tuhanku.’
‘Apa kerjamu di dunia?’
‘Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.’
‘Lain?’
‘Setiap hari, setiap malam, bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.’
‘Lain?’
‘Segala tegah-Mu kuhentikan, Tuhanku. Tak pernah aku berbuat jahat, walaupun dunia
Seluruhnya penuh oleh dosa-dosa yang dihumbalangkan iblis laksat itu.
‘Lain?’
‘Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain dari beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut
Nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga. Dan
Juga selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkan umat-Mu.’
‘Lain?’
Haji Saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan. Tapi, ia insaf bahwa pertanyaan Tuhan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi, yang belum dikatakannya. Tapi, menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia tak tahu apa lagi yang harus dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanya mengalir, dihisap kering oleh hawa panas api neraka itu.
‘Lain lagi?’ Tanya Tuhan.
‘Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, o, Tuhan yang Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang,
Adil dan Mahatahu.’ Haji Soleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan
Memuji Tuhan dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan
Salah Tanya kepadanya. Tapi Tuhan Tanya lagi: ‘Tak ada lagi?’
‘O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca kitab-Mu.
‘Lain?’
‘Sudah kuceritakan semuanya,o, Tuhanku. Tapi, kalau ada yang aku lupa mengatakannya,
Akupun bersyukur karena Engkaulah yang Mahatahu.’
‘Sungguh tidak ada lagi yang kau kerjakan di dunia selain yang kau ceritakan tadi?’
‘Ya, itulah semuanya, Tuhanku.’
‘Masuk kamu.’
Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak megerti kenapa ia dibawa ke neraka. Ia tidak mengerti apa yang dikehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya Tuhan tidak silap.
Alangkah tercengangnya Haji Saleh karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang-orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan, ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar Syekh pula. Lalu, Haji
Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakan semuanya. Tapi, sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun tak mengerti juga.
‘Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian,’ Bukankah kita disuruhnya taat beribadat teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan-Nya ke neraka.’
‘Ya, kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang senegeri dengan kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat.’ Kata salah seorang di antaranya.
‘Ini sungguh tidak adil.’
‘Memang tidak adil,’ kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.
‘Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.’
‘Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasukkan kita ke neraka ini.’
‘Benar. Benar. Benar.’ Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.
‘Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana? Suatu suara melengking di dalam
Kelompok orang banyak itu.
‘Kita protes. Kita resolusikan,’ kata Haji Saleh.
‘Apa kita revolusikan juga?’ Tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin
Gerakan revolusioner.
‘Itu tergantung pada keadaan,’ kata Haji Saleh. ‘Yang penting sekarang, mari kita
Berdemonstrasi menghadap Tuhan.’
‘Cocok sekali. Di dunia dulu, dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,’ sebuah suara
Menyela.
‘Setuju. Setuju. Setuju.’ Mereka bersorak beramai-ramai.
Lalu, mereka berangkatlah bersama-sama menghadap tuhan.
‘Dan Tuhan bertanya,’Kalian mau apa?’
Haji Saleh yang jadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggelegar dan berirama indah, ia memulai pidatonya: O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu dan lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikitpun kami membacanya. Akan tetapi, Tuhankuyang Mahakuasa, setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau masukkan kamike neraka. Maka sebelum terjadi hal-halyang tak diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kau jatuhkan kepada kami ditinjau kembali dan memasukkan kami ke surge sebagaimana yang engkau janjikan dalam kitab-Mu.’
‘Kalian di dunia tinggal dimana?’ Tanya Tuhan.
‘Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’
‘O, di negeri yang tanahnya subur itu?’
Ya, benarlah itu, Tuhanku.’
‘Tanahnya yang mahakaya-raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang
Lainnya, bukan?’
‘Benar.Benar. Benar, Tuhan kami. Itulah negeri kami.’ Mereka mulai menjawab serentak.
Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka
Sekarang bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
‘Di negeri, di manatanahnya begitu subur, hingga tanaman tumbuh subur tanpa ditanam?’
‘Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.
‘Di negeri , di mana penduduknya snediri melarat itu?’
‘Ya. Ya. Ya. Itulah negeri kami.’
‘Negeri yang lama diperbudak orang lain itu?’
‘Ya. Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’
‘Danhasil tanahmu, mereka yang mengeruknya dan diangkutnya ke negerinya, bukan?’
‘Benar Tuhanku, hingga kami tidak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’
‘Di negeri yang selalu kacau itu,hingga kamu dengankamu selalu berkelahi, sedang hasil
Tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’
‘Benar, Tuhanku. Tapi, bagi kami soal harta bendaitu, kami tak mau tahu. Yang penting
Bagi kami menyembah dan memuji Engkau.’
‘Engkau rela tetap melarat bukan?’
‘Benar, kami rela sekali, Tuhanku.’
‘Karena kerelaanmu itu anak cucumu tetap melarat, bukan?’
‘Sungguh pun anak cucu kami melarat, tapi merak semua pintar mengaji. Kitab-Mu
Mereka hafal di luar kepala.’
‘Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, bukan?’
‘ada, Tuhanku.’
‘Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua? Sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri engkau Negara yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadah saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menuruh engkau semuanya beramal disamping beribadat. Bagaiman engkau bisa beramal kalau engkau miskin? Engkau kira aku ini suka pujian,mabuk disembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.
Semuanya menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridhai Allah di dunia. Tapi, Haji Saleh ingin juga kepastian apakah yang dikerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi, ia tak berani bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja kepada malaikat yang menggiring mereka itu.
‘Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembahTuhan di dunia?’ Tanya Haji Saleh.
‘Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau yerlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi, engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri sehingga mereka itu kocar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egois. Padahal, engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.’”
Demikianlah cerita Ajo Sidi yang ku dengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek.
Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.
‘Siapa yang meninggal?’ tanyaku kaget.
“Kakek.”
“Kakek?”
“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali.
Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.”
“Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-
cengang. Aku cari Ajo Sidi Ke rumahnya. Tapi, aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu, aku Tanya
Dia.
“Ia sudah pergi,” jawab istri Ajo Sidi.
“Tidak ia tahu Kakek meninggal?”
“Sudah. Dan dia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.”
“Dan sekarang,”tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan
Ajo Sidi yang tidak sedikit pun tanggung jawab,” dan sekarang ke mana dia?”
“Kerja.”
“Kerja?” tanyaku mengulangi hampa.
“Ya. Dia pergi kerja.”

Bukittinggi, Maret 1955


Tugas
Tentukan:
1. Tema cerpen di atas
2. Amanat yang terkandung dalam cerpen di atas
3. Latar cerpen Robohnya Surau Kami
4. Tokoh dan perwatakannya
5. Alur (sertakan kalimat kejadian/peristiwa dalam cerpen sebagai bukti tahap alur)
Kerjakan dikertas dan kumpulkan pada saat masuk sekolah

Selamat melaksanakan tugas

Sumber:
1. Trianto, Agus. “Pasti Bisa” BAHASA INDONESIA SMP
2. Depdiknas, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, DIREKTORAT PENDIDIKAN
LANJUTAN PERTAMA
3. Anwar effendi.1997. Pengajaran Apresiasi Sastra. Universitas Terbuka

Jumat, 19 Februari 2010

Tugas Bahasa Indonesia Kelas 8

Senin,22 Februari 2010

Mama Berhati Emas

M. Adiwidiasih S

Kadang monika suka berangan-angan. Alangkah menyenangkan bila punya mama seperti mamanya Putri. Selalu rapi, bersepatu tinggi, dan bekerja di kantor. Langsing, rambutnya sebahu, berombak rapi ... Atau seperti Tante Elsa, mamanya Sinta, yang bekerja di salon. Ia selalu tampil modis. Pakaian dan make-upnya serasi. Jemarinya indah dengan cat kuku yang berganti-ganti warna sesuai bajunya. Pokoknya kedua mama teman Monik bagaikan ibu-ibu dalam sinetron.

Kalau mama Monik, boro-boro pakai cat kuku. Sehari-hari, memakai celana panjang dan kemeja. Tubuhnya gemuk pendek dan rambutnya dipotong seperti laki-laki. Pagi-pagi, ia naik sepeda ke pasar untuk membuka kios buah. Mama berdagang apel, jeruk, atau anggur. Disaat musim duku, ya berjualan duku Kalikajar. Kalau bulan baik, ya menerima pesanan kue untuk pernikahan dalam partai kecil maupun yang dirayakan di gedung-gedung.

Mama pakai lipstik dan rok hanya bila pergi ke pesta. Sebaliknya, babe Monik selalu berkemeja lengan panjang, berdasi, dan mengendarai mobil dinas. Dalam hati, kadang Monik heran, kok Babe mau menikah dengan Mama? Bahkan, sangat menyayangi Mama. Tiap pulang kerja, Babe selalu menanyakan Mama.

Hari ini, Monik pulang sekolah lebih cepat karena ada rapat guru. Tapi, Monik malas pulang karena di rumah hanya ada Pak Bini yang sedang mengapur pagar untuk merayakan 17-an. ”Lebih baik aku ke psar saja, ke kios Mama!” pikir Monik. Monik jarang ke kios Mama. Kalau Monik pulang sekolah, biasanya kios sudah tutup dan Mama pun sudah ada di rumah. Turun dari angkot, Monik meniti lorong pasar. Pasar mulai sepi. Pedagang-pedagang mulai mengantuk. Mama sedang memasukkan apel ke dalam dus. Di depan kios Mama, ada pedagang pisang. Seorang anak laki-laki duduk dekat kios pisang sambil menggendong kotak semir sepatu. Pakaiannya kumal kulitnya hitam. ”Ma, Monik pulang cepat. Guru-guru rapat!” kata Monik. ”Kalau begitu kita bisa pulang sama-sama!” kata Mama. ”Ma, anaknya , ya. Kenalin dong!” Tiba-tiba, si penyemir sepatu bangkit dan mendekati kios Mama. ”Monik, ini Bejo. Ayo, kalian salaman!” kata Mama. Dengan segan Monik mengulurkan tangannya. Dalam hati monik kurang senang. Apa-apaan si Bejo ini? Panggil mama Monik seenaknya. Mama! Mama siapa? ”Pak Bini masih melabur pagar. Mama tidak memasak hari ini, kita makan ayam goreng saja, ya, di depan sana!” Monik mengangguk. Hatinya kembali senang, membayangkan ayam goreng, kentang goreng, puding. ”Ma, anaknya cantik. Asyik benar nih makan ayam goreng!” komentar si Bejo. Mama tertawa.

”Terima kasih. Bejo juga Untung. Ayo, ikut saja sekalian makan!” kata Mama. Monik melihat mata Bejo berbinar-binar dan wajahnya berseri-seri.

”Benar, nih Ma. Boleh ajak si Manto? Tanya Bejo penuh harap.

”Ya, ya lekas ajak ke sini. Kalau terlambat, ditinggal, lho!” kata Mama.

Bagai anak panah lepas dari busurnya, Bejo berlari, meninggalkan kotak semir sepatunya di lantai kios tukang pisang.

”Ma, kok orang itu panggil Mama, bukan Ibu atau Tante?” bisik Monik heran. ”Biar saja. Apalah artinya panggilan!” jawab Mama. ”Ma, tidak malu bawa anak kumal ke restoran?” tanya Monik lagi. Ia cemas kalau-kalau bertemu teman di restoran. Mama tersenyum dan menggeleng.

”Monik, anak-anak itu juga manusia seperti kita. Cuma, mereka kurang beruntung. Lihatlah, betapa senang wajah Bejo diajak makan di restoran. Biarlah sekali-sekali, kita memberi sedikit kebahagiaan kepada dia” kata Mama.

Tepat ketika Mama mengunci kios dan mengeluarkan sepedanya, Bejo dan Manto datang. Monik menutup hidung karena kedua anak itu bau terik matahari. Manto memegang tamborin. Rupanya ia seorang pengamen.

”Ma, dapat rezeki, ya, mau traktir kita? Ma, aku minta paha ayam, ya!” kata Manto tanpa malu-malu. Mama Cuma tersenyum, lalu menitipkan sepeda pada Pak Kirman, pedagang pisang.

”Ya, tinggal saja sepedanya di sini. Asal ada ongkos titipnya!” gurau Pak Kirman. Bejo dan Manto juga menitipkan kotak semir sepatu dan tamborin.

Lagi-lagi Monik terperanjat. Ah, Mama tidak takut sepedanya hilang. Mama begitu percaya pada Pak Kirman.

Mereka berempat jalan ke luar pasar. Ketika Mama dan Monik masuk ke restoran, ternyata Manto dan Bejo belum masuk. Mereka bertemu dengan dua kawannya. Entah pengemis atau pengamen Monik tidak tahu.

Mama memesan makanan dan ketika kedua anak laki-laki itu masuk, Mama memberi isyarat agar mereka duduk. Kemudian Mama dan Monik mengantarkan nampan-nampan yang berisi ayam goreng, nasi, dan minuman ringan pada Manto dan Bejo.

”Kalian cuci tangan dulu di sana,” kata Mama. Orang-orang yang sedang makan memperhatikan Mama dan kedua anak laki-laki itu. Monik merasa risih.

Monik dan Mama kembali mengambil nampan untuk mereka sendiri. Manto dan Bejo belum mulai makan, keduanya berbisik-bisik. Mama mendekati mereka. ”Ada apa?” tanya Mama. ”Ma, boleh tidak, satu nampan ini dibawa ke luar untuk Trimo dan Gino? Nanti dikembalikan lagi.

”Aku dan Manto parohan saja! Kasihan Trimo dan Gino!” pintaBejo.

Monik terkesiap. Walaupun anak jalanan, ternyata Bejo punya rasa setia kawan yang besar. Ia dapat makanan enak, dan ia tidak tega menikmatinya sendiri sementara dua kawannya menonton dari balik kaca di luar.

“Ajak saja mereka ke dalam. Mama akan pesan lagi!” kata Mama.

”Tapi, jadi menyusahkan Mama, dong. Mama kan mesti bayar lagi!” kata Manto dengan wajah prihatin.

”Oooh, uang Mama cukup, kok!” Hari ini memang Tuhan kasih rejeki pada kalian!” kata Mama. Wajah Mama berseri-seri dan untuk pertama kalinya Monik bisa melihat bahwa sebetulnya Mama cantik.

Manto dan Bejo pergi ke depan. Mama memesan makanan lagi untuk Manto dan Bejo. Monik bangkit untuk menolong Mama membawakan nampan. Hati Monik terharu. Mama demikian baik.

Ketika membayar di kasir, kasir berkata, “Ibu baik sekali. Jarang orang seperti Ibu. Mau memperhatikan anak-anak jalanan!”

“Ah, hanya ini yang mampu saya lakukan!” kata Mama tersipu-sipu.

Namun, dalam hati Monik merasa bangga. Kemudian mereka mulai makan. Keempat tamu makan dengan lahap. Setelah selesai, mereka mengucapkan terima kasih. Mama dan Monik pulang naik angkot. Bejo akan kembali ke pasar dan mengantarkan sepeda Mama. Ketiga anak lainnya mengamen dan melanjutkan menyemir sepatu di pasar.

Sore hari, Monik bercerita pada Babe tentang Mama.

“Sejak dulu memang mamamu dikenal berhati emas. Itulah sebabnya Babe menikah dengan Mama!” kata Babe sambil menepuk-nepuk bahu Mama.

Monik tersenyum. Rasanya hangat mengalir di hatinya. Sekali lagi, ia melihat Mama yang sedang tersenyum. Tampak cantik walaupun tidak memakai lipstik dan berdandan modis; mamna Monik yang berhati emas. Angan-angan Monik ingin punya mama seperti mama orang lain terbaaang entah kemanaaa.

Sebutkan nilai yang terkandung dalam cerpen ”Mama Berhati Emas”

1. ....................................................................................................................................

2. ....................................................................................................................................

3. ....................................................................................................................................

4. ....................................................................................................................................

5. ....................................................................................................................................

Tentukan tema cerpen di atas, latar, alur (sertakan kejadian/peristiwa dalam cerpen sebagai bukti dalam tahapan alur, dan tentukan tokoh dan penokohannya

Selamat mengerjakan


Kamis, 11 Februari 2010

Tugas Bahasa Indonesia Kelas 8

Buatlah sebuah berita terkini (aktual ) liputan kegiatan SMP N 1 Purbalingga di sekolah yang berlangsung pada hari Sabtu 13 Februari 2010

Selasa, 02 Februari 2010

Tips Membuat Puisi

Pembelajaran Menulis Puisi Melalui Strategi B-G-T (Baca- Gunting-Tempel) Teks Cerita Pendek (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Malang)

Ulfie Mufida

Abstrak


Salah satu aspek yang diajarkan dalam pembelajaran sastra adalah menulis puisi. Dalam pembelajaran menulis puisi, siswa diharapkan mampu menuliskan apa yang dirasa, atau apa yang dipikirkan dalam bahasa yang indah yang mengandung
bahasa kiasan, dan berkonotasi. Kemampuan menulis puisi merupakan salah satu materi pembelajaran menulis sastra yang diajarkan di kelas VIII. Untuk itu, dibutuhkan strategi pembelajaran yang memudahkan siswa dalam menulis puisi.
Strategi B-G-T (Baca-Gunting-Tempel) teks cerpen dipandang dapat memudahkan siswa dalam menulis puisi.
Strategi B-G-T merupakan strategi pembelajaran yang diawali dengan tahap membaca. Dalam kegiatan ini siswa menangkap objek penulisan puisi yaitu berupa teks cerpen yang kaya akan diksi yang akan digunakan dalam menulis puisi. Pada
tahap ini, siswa memilih diksi teks cerpen. Diksi tersebut dijadikan diksi puisi, kemudian diksi tersebut digunting. Setelah menggunting, dilakukan kegiatanmenempel. Pada tahap ini siswa menyusun diksi yang telah mereka gunting menjadi puisi yang menarik secara kreatif.
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pemanfaatan teks cerpen dalam pembelajaran menulis puisi dengan strategi B-G-T yang meliputi, (1) proses pembelajaran, (2) aktivitas siswa dalam
pembelajaran menulis puisi, (3) hasil karya tulis puisi siswa, dan (4) kesulitan siswa dalam pembelajaran menulis puisi di kelasVIII SMP.Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, dengan rancangan studi kasus. Data dalam penelitian ini adalah informasi yang berupa kata-kata, tindakan, dan
dokumen hasil karya tulis puisi siswa. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII C dan VIII D SMP 19 Malang sebanyak 71 orang siswa. Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu sumber data manusia dan sumber data
nonmanusia. Sumber data manusia adalah siswa dan guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sumber data nonmanusia berupa peristiwa berlangsungnya pembelajaran menulis puisi serta dokumen yang berupa puisi hasil karya siswa. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.Berdasarkan hasil analisis data tentang kegiatan dan hasil pembelajaran menulis puisi melalui strategi B-G-T teks cerpen disimpulkan empat temuan sebagai berikut. Pertama, tahap pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan siswa dibagi dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Dalam kegiatan awal, guru melakukan kegiatan apersepsi tentang puisi, dan siswa memaparkan skemata yang dimiliki tentang puisi, bahasa puisi, dan pengalaman siswa dalam menulis puisi. Dalam kegiatan inti, siswa melakukan tahapan menulis puisi melalui strategi B-G-T dengan memanfaatkan teks cerpen, dengan melakukan
kegiatan membaca, menulis, dan menggunting teks cerpen. Tahap membaca dilakukan siswa dengan membaca dua buah cerpen. Siswa menentukan tema dan diksi cerpen yang akan digunakan untuk menulis puisi. Setelah itu, siswa menulis puisi berdasarkan tema yang telah ditentukan, dan menulis puisi menggunakan diksi yang telah dipilih. Tahap menggunting dilakukan dengan kegiatan menggunting diksi yang terdapat dalam teks cerpen. Tahap selanjutnya adalah menempel, yaitu
menempelkan diksi yang telah digunting untuk disusun menjadi sebuah puisi berdasarkan puisi yang telah ditulis sebelumnya. Kegiatan penutup yang dilakukan adalah kegiatan refleksi. Dalam kegiatan ini, guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Kedua, aktivitas siswa yang mendukung pembelajaran yaitu, (1) siswa tertarik dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran menulis puisi, (2) siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, (3) melaksanakan instruksi dan
arahan yang diberikan oleh guru, (4) memusatkan perhatian pada penjelasan yang diberikan oleh guru, (5) memusatkan perhatian pada tugas yang diberikan oleh guru, (6) memberikan perhatiannya pada puisi yang dibacakan oleh siswa, (7) bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas, (8) tugas dikumpulkan tepat waktu, dan (9)mengerjakan tugas dengan baik. Ketiga, hasil karya tulis puisi siswa dengan strategi B-G-T pada teks cerpen menggunakan berbagai tema, yaitu tema kerinduan (26%), penantian pada kekasih
(26%), ungkapan rasa cinta (17.5%), dan sisanya adalah bertema ketulusan, kenangan pada kekasih, serta tema keindahan alam. Diksi digunakan sebagai
pembentuk majas dan citraan. Majas yang digunakan siswa dalam puisinya yaitu personifikasi, metonimia, sinekdok, metafora, dan simile. Citraan yang muncul
dalam puisi siswa yaitu citra penglihatan, rabaan, gerak, dan pendengaran. Makna yang disampaikan oleh penulis puisi adalah ungkapan perasaan atas permasalahan
yang dihadapi. Tipografi yang digunakan siswa dalam menuliskan puisinya yaitumodel zig-zag, model tidak beraturan dan model konvensional. Keempat, dalam pelaksanaan pembelajaran menulis puisi melalui strategi B-
G-T siswa mengalami kesulitan. Kesulitan yang dihadapi oleh siswa yaitu, (1) kesulitan menggali ide yang akan dikembangkan menjadi sebuah puisi, (2) kesulitan
mencari diksi dalam cerpen yang telah dibaca, (3) kesulitan merangkai diksi yang telah didapat menjadi sebuah puisi, dan (4) belum mengetahui cara menulis puisi yang benar.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP untuk memberikan bacaan tentang puisi lebih banyak, dan mengenalkan puisi lebih banyak kepada siswa. Kepada peneliti lain disarankan untuk menggunakan strategi ini dalam penelitian yang lain. Kepada badan penyelenggara pendidikan, seperti sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk menyelenggarakan pembelajaran yang berbasis aktivitas siswa, dan menyediakan bahan pustaka yang berkaitan dengan puisi.

Senin, 01 Februari 2010

HIDUP BARU

Membuat puisi itu menyenangkan